Rakyatmerdeka.co – Setelah di ancam Presiden AS, Tiongkok melemahkan nilai tukarnya untuk pertama kalinya dalam satu dekade. Ini menyebabkan ekspor Tiongkok menjadi lebih murah dan pemerintah Amerika Serikat menjadi gelisah.
Untuk sekarang, Amerika Serikat dan Tiongkok sedang mengalami perang perdagangan. Beberapa hari lalu, Presiden AS Donald Trump menetapkan kenaikan tarif import yang ditujukan ke produk Tiongkok sebesar 300 miliar US dollar.
Otomatis, produk import akan menjadi lebih mahal jika di jual di luar negeri ketika mereka harus membayar biaya bea impor sebesar itu.
Sejak mendapatkan ancaman dari AS, Tiongkok bereaksi dengan melemahkan mata uangnya sehingga mereka masih bisa menjual barang-barangnya dengan harga yang terjangkau di luar negeri.
Tindakan melemahkan nilai mata uang Tiongkok ini mendapatkan kecaman dari Presiden AS Trump.
Presiden Trump menuduh Tiongkok telah melakukan manipulasi terhadap nilai tukar mata uang sehingga mereka masih dapat melemahkan penjualan AS.
Memang, pemerintah Amerika Serikat secara terang-terangan telah melabeli Tiongkok sebagai ‘manipulator mata uang’. Tetapi semua negara mengelola mata uang nasional mereka sendiri.
Bank sentral pemerintah mengendalikan mata uang dengan cara secara teratur menetapkan suku bunga, menerbitkan uang baru, dan mengelola cadangan mata uang asing. Regulator nasional juga mengelola mata uang di pasar terbuka untuk melemahkan atau memperkuat nilai tukar jika harga pasar naik atau turun terlalu cepat.
Akibatnya, semua negara memanipulasi mata uang mereka dengan satu cara dan lainnya. Contoh terbaru termasuk program Quantitative Easing oleh AS, Uni Eropa, Jepang, dan beberapa negara lain pada tahun-tahun setelah krisis ekonomi 2008. Ratusan miliar mata uang baru telah dikeluarkan untuk menopang pasar saham lokal dan membeli utang pemerintah. Kenapa harus memanipulasi mata uang? Karena devaluasi. Semakin banyak uang yang di cetak, semakin sedikit nilainya.
Untuk melemahkan mata uangnya, suatu negara menjual mata uangnya sendiri dan membeli mata uang asing – biasanya euro atau US dollar. Mengikuti hukum penawaran dan permintaan, hasilnya adalah negara memanipulasi dengan cara mengurangi permintaan untuk mata uangnya sendiri sambil meningkatkan permintaan untuk mata uang asing.
Suatu negara mungkin ingin melemahkan mata uangnya untuk membuat barang-barang domestik lebih murah dan membuatnya lebih kompetitif di pasar global. AS menuduh Tiongkok melakukan hal itu sebagai tanggapan atas kenaikan tarif barang-barang Tiongkok baru-baru ini. Pelemahan yuan membantu eksportir Tiongkok menangani tarif yang lebih tinggi. Kelemahannya adalah barang impor menjadi lebih mahal bagi konsumen Tiongkok.
Mata uang Tiongkok, disebut renminbi atau yuan, adalah apa yang disebut AS sebagai mata uang kebijakan. Jadi menurut Washington, ini berarti bahwa tidak seperti dollar AS, yang naik-turun nilainya dalam perdagangan pasar bebas, nilai yuan terhadap dollar ditetapkan oleh People’s Bank of China, cabang pemerintah Cina.